Selasa, 12 Juni 2012

Pola konvensional Dalam Sistem Perpajakan

Pola konvensional dalam sistem perpajakan di Indonesia adalah satu celah penyelewengan di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, seharusnya sistem pemungutan dan pengawasan pajak memanfaatkan teknologi informasi.

Pengamat perpajakan Universitas Indonesia Gunadi mengatakan, sistem antarlembaga yang terintegerasi dengan baik bisa meminimalisir penyelewengan. "Kuncinnya aparat pajaknya diawasi dengan teknologi, bukan dipelototi," katanya ketika berbincang dengan media di kediamannya, di Jakarta, Selasa 12 Juni 2012.

Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak ini menyayangkan reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah belum menciptakan perbaikan sistem yang mengedepankan teknologi informasi. "Dengan teknologi pajak yang dibuat itu benar-benar terindentifikasi secara obyektif, kalau dengan tangan manusia tidak bisa seperti itu," katanya.

Karena itu diperlukan komitmen berbagai pihak guna mendukung berfungsinya integrasi sistem teknologi pemerintah. Direktorat Jenderal Pajak seharusnya menjadi benteng terdepan yang memiliki data-data seluruh penduduk beserta asetnya. Dengan sistem ini, semua informasi bisa dilacak, khususnya dalam transaksi keuangan.

"Saya kira sistemnya yang jadi masalah dan lingkungan yang belum tersambung teknologi canggih," ujar Gunadi. Salah satu hambatan tidak terwujudnya iklim yang kondusif, lanjutnya, adalah institusi pajak yang sangat sensitif dengan kepentingan politik. Sensus pajak merupakan salah satu contoh bahwa kepentingan politik dalam perpajakan masih memegang peran dalam menentukan kebijakan.

Kenapa? Karena setiap orang yang ingin berusaha harus menggunakan surat izin usaha dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Maka itu, sensus tak diperlukan lagi. Apalagi sensus dilakukan secara manual. "Ini sangat politis sekali," katanya.

Intinya, menurut Gunadi, untuk menghindari penyelewengan pajak caranya sangat sederhana: menggunakan teknologi informasi yang mumpuni. "Sistem yang terbangun rapih akan memudahkan administrasi pemungutan dan pengawasan," katanya.

Sejumlah kasus penyelewengan pajak masih saja terjadi meski lembaga ini sudah melakukan reformasi birokrasi dengan memberi renemurasi kepada pegawainya. Kasus terbaru adalah penangkapan James Gunardjo dengan Kepala Seksi Pengawasan KPP Sidoarjo Selatan Tomy Hindratno di satu rumah makan di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu 6 Juni, sekitar pukul 14.00. KPK menduga Keduanya terkait kasus pajak PT Bhakti Investama Tbk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar